Senin, 07 Mei 2012

Posted by Unknown
No comments | 05.57
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Para pengunjuk rasa dari Komite aksi Mahasiswa Pemuda untuk Reformasi dan Demokrasi membentangkan spanduk dan poster foto Muhammad Nazaruddin dan istrinya Neneng Sri Wahyuni di depan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (29/2/2012). Mereka menuntut buronan Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut segera ditangkap dan diproses secara hukum.
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permintaan Muhammad Nazaruddin untuk negosiasi terkait pemulangan istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menegaskan, pihaknya tidak akan pernah berkompromi dengan seorang tersangka ataupun buron. "Kami tidak akan merespons tawaran Neneng atau Nazaruddin," kata Busyro di Jakarta, Senin (7/5/2012).
Pada 26 April 2012 lalu, kuasa hukum Nazaruddin mengirim surat kepada pimpinan KPK. Surat tersebut berisi permintaan audiensi Nazar dengan pimpinan KPK terkait pemulangan Neneng. Dalam surat tersebut, Nazaruddin meminta agar istrinya tidak ditangkap, tetapi dijemput KPK. Neneng adalah tersangka kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008.
Menurut Busyro, surat yang dikirim pengacara Nazaruddin atas nama Neneng itu cacat hukum. Surat tersebut, menurutnya, tidak dapat mewakili Neneng lantaran pengacara Nazaruddin bukanlah kuasa hukum Neneng. KPK belum menerima surat kuasa atas Elza Syarief, dan kawan-kawan sebagai pengacara Neneng.
"Surat itu diajukan oleh pengacaranya Nazaruddin. Tentu ini cacat hukum, kecuali Neneng memberikan kuasa ke pengacara Nazaruddin," kata Busyro.
Sampai saat ini, keberadaan Neneng tidak terlacak setelah Nazaruddin tertangkap di Cartagena, Kolombia, 7 Agustus 2011 lalu. Neneng dan Nazaruddin bertolak ke Singapura pada 23 Mei 2011. Nazaruddin divonis empat tahun sepuluh bulan dalam kasus suap wisma atlet SEA Games 2011.
Neneng dan Nazaruddin diduga memperoleh keuntungan Rp 2,2 miliar dari proyek PLTS. Proyek PLTS senilai Rp 8,9 miliar tersebut dimenangkan oleh PT Alfindo Nuratama benderanya yang dipakai oleh Nazaruddin dan Neneng. Dalam pengerjaan, proyek itu disubkontrakkan ke beberapa perusahaan lain. KPK menemukan kerugian negara sekitar Rp 3,8 miliar terkait proyek tersebut.

Kamis, 03 Mei 2012

Posted by Unknown
No comments | 20.39
JAKARTA, suaramerdeka.com - Anggota Komisi X sekaligus Anggota Badan Anggaran DPR RI Angelina Sondakh kembali menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Penyidik KPK mulai mencecar Angie, sapaan Angelina terkait kasus di berbagai Universitas.
"Pertanyaan berikutnya masuk ke pokok, seperti pernahkah melakukan pembahasan kebijakan atau program atau kegiatan di Kemendiknas yang terkait dengan beberapa Universitas. Kira-kira delapan universitas," kata pengacara Angie, Teuku Nasrullah di Gedung KPK, Kamis (3/5).
Menanggapi pertanyaan tersebut, Nasrullah mengatakan, kliennya menjawab draft rancangan proyek tersebut diajukan oleh pemerintah. "Proyek tersebut dalam rangka menjadikan beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebagai Recearche University dan dijawab pernah ada pembahasan itu," ujar Nasrullah.
Diketahui, Angie pun terlacak di proyek sejumlah Universitas. Membentang dari Sumatera hingga Nusa Tenggara. Selama ini KPK terus mendalami dugaan korupsi di sejumlah Universitas. Di antaranya dalam pengadaan peralatan laboratorium di Universitas Negeri Jakarta. Kedua, pengadaan  peralatan laboratorium dan meubeler di Universitas Sriwijaya, Palembang.
Ketiga, pengadaan peralatan laboraturium pusat riset dan pengembangan bidang ilmu di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Keempat, pengadaan laboratorium di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten. Proyek kelima yakni pengadaan laboratorium di Universitas Malang.
Universitas lainnya Universitas Andalas, Padang, Universitas Sumatera Utara, Medan, Universitas Haluoleo di Sulawesi Tenggara, dan Universitas Mataram di Nusa Tenggara Barat.

Blogger templates

Blogger news

About

Blogroll

Blogroll

AYO BELAJAR SABLON GRATIS DISINI BERSAMA INTAN ARI NUGROHO